![]() |
Ketua Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik Sulawesi Tenggara (LPKP-ST), La Ode Tuangge |
Divisi88news.com, Bombana - Polemik perizinan kembali menyeruak di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Kali ini, sorotan tajam diarahkan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang mengeluarkan rekomendasi pembangunan kawasan industri untuk PT. Sultra Industrial Park.
Alih-alih mendongkrak investasi, izin ini justru memantik dugaan pelanggaran hukum tata ruang dan kehutanan.
Rekomendasi bernomor 503.14/0004/DPMPTSP/04/2025, yang diteken pada April 2025, menunjuk lahan diDesa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu sebagai lokasi kawasan industri.
Namun dari hasil penelusuran Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik Sulawesi Tenggara (LPKP-ST) di lapangan menunjukkan bahwa lokasi tersebut menumpang diatas dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif milik PT. Panca Logam Makmur (1.210 hektare) dan PT. Anugrah Alam Buana Indonesia (2.000 hektare).
Tak berhenti di situ, kawasan yang direkomendasikan juga dilaporkan beririsan dengan zona hutan produksi dan hutan produksi terbatas — wilayah yang secara hukum memerlukan pengurusan izin khusus dan perubahan fungsi yang sangat ketat.
Diduga Melanggar UU Tata Ruang, Ancaman Pidana Mengintai
Merujuk pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penerbitan izin yang tidak sesuai rencana tata ruang merupakan pelanggaran serius.
Pasal 37 ayat (7) dengan tegas menyatakan bahwa pejabat dilarang menerbitkan izin di luar rencana tata ruang.
Pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta, serta pemberhentian tidak hormat dari jabatan.
Sorotan LPKP-ST “Ini Potensi Kejahatan Tata Ruang!”
Kecaman datang dari Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik Sulawesi Tenggara (LPKP-ST). Ketua lembaga tersebut, La Ode Tuangge menduga ada praktik keliru dan pelanggaran serius dalam proses penerbitan rekomendasi tersebut.
“Kebijakan ini jelas mencederai logika hukum tata ruang. Rekomendasi keluar di atas lahan tambang aktif, lalu masuk ke kawasan hutan tanpa dasar yang sah? Ini bukan sekadar kekeliruan birokrasi, ini sinyal kuat dugaan penyalahgunaan kewenangan,” tegas La Ode Tuangge, Selasa (10/06/2025).
Ia mendesak Bupati Bombana untuk segera turun tangan, mengevaluasi dan membatalkan izin tersebut sebelum menimbulkan konflik lahan yang lebih luas.
La Ode juga menyatakan pihaknya akan melaporkan temuan ini ke Kementerian ATR/BPN dan aparat penegak hukum.
Ancaman Konflik Lahan dan Rusaknya Iklim Investasi, La Ode Tuangge juga mengingatkan bahaya dari kebijakan sembrono semacam ini.
“Izin tumpang tindih berpotensi memicu konflik horizontal antar pemegang izin sah, serta menciptakan ketidakpastian hukum yang buruk bagi iklim investasi,” ujarnya.
Ditengah banyaknya konflik agraria dan ketegangan antara sektor pertambangan dan kehutanan, La Ode Tuangge Menegaskan bahwa kasus di Kabupaten Bombana ini menjadi contoh nyata bagaimana satu rekomendasi dapat menjadi sumber masalah besar.
(Harianto)