Pemohon Uji Materi UU Kementerian Negara Persoalkan Kekaburan Perpres di MK

Divisi88news.com, Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perbaikan permohonan dalam perkara Nomor 201/PUU-XXIII/2025 yang menguji Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Rabu (19/11/2025).

Sidang yang berlangsung di Ruang Pleno MK itu dihadiri oleh Pemohon, Windu Wijaya, serta kuasa hukumnya, Ardin Firanata, S.H., M.H., dari kantor hukum Ardin Firanata dan Partners.

Uji materi ini menyoroti frasa “Diatur dengan Peraturan Presiden” dalam Pasal 25 ayat (4) UU Kementerian Negara, yang berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, dan/atau lembaga pemerintah lainnya secara tersendiri diatur dengan Peraturan Presiden".

Pemohon menilai norma tersebut kabur dan tidak memberikan kejelasan mengenai fungsi serta kedudukan Peraturan Presiden (Perpres) dalam pembentukan lembaga nonstruktural. 

Kuasa hukum Pemohon, Ardin Firanata mengatakan ketidakjelasan tersebut berdampak pada ketidakpastian hukum dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.

Kasus PCO–Bakom Jadi Pemicu

Ardin Firanata juga menjelaskan, permohonan ini diajukan antara lain karena tindakan Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto, yang pada 17 September 2025 menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 97/P Tahun 2025 untuk mengangkat Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Republik Indonesia (Bakom RI).


Padahal, hingga pengangkatan dilakukan, tidak ada Perpres yang membentuk Bakom RI atau mengubah nomenklatur Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO).

Di sisi lain, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang PCO masih berlaku dan belum dicabut atau diubah. 

“Pengangkatan pimpinan Bakom dilakukan tanpa fondasi peraturan yang sah. Ini jelas menimbulkan ketidakpastian dan bertentangan dengan asas legalitas,” ujar Ardin.

Pemohon telah mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada Kementerian Sekretariat Negara dan Kepala Bakom RI, namun belum menerima jawaban resmi.

Legal Standing Pemohon

Dalam perbaikan permohonan, Ardin Firanata yang merupakan dosen Hukum Tata Negara Universitas Ibnu Chaldun Jakarta menegaskan kedudukan hukum Pemohon sebagai pemilih dalam pemilihan presiden. 

Menurutnya, suara pemilih menjadi dasar legitimasi politik Presiden dalam menjalankan kewenangan pemerintahan. Karena itu, warga negara berhak mengetahui apakah tindakan Presiden telah dilakukan berdasarkan dasar hukum yang benar.

“Hubungan Pemohon dengan Presiden bukan hanya politis, tetapi konstitusional. Pemohon berhak atas kepastian hukum dalam pembentukan lembaga negara,” kata Ardin.

Norma Dinilai Kabur

Menurut Ardin, frasa “diatur dengan Peraturan Presiden” dalam Pasal 25 ayat (4) mengandung sejumlah ketidakjelasan, antara lain:

Tidak adanya kejelasan hubungan hierarki antara Perpres dan Keppres,

Tidak jelasnya fungsi Perpres dalam membentuk atau mengatur lembaga nonstruktural,

Tidak tegasnya apakah Perpres wajib ada terlebih dahulu sebelum Presiden mengangkat pimpinan lembaga.

Kekaburan ini, lanjutnya, membuat Pemohon sebagai advokat kehilangan dasar yuridis untuk menilai sah atau tidaknya tindakan administratif Presiden.

Permintaan kepada MK

Melalui permohonannya, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “diatur dengan Peraturan Presiden” dalam Pasal 25 ayat (4) inkonstitusional, atau setidaknya tidak mengikat kecuali dimaknai bahwa Perpres yang menjadi dasar pembentukan atau perubahan lembaga nonstruktural harus ditetapkan, diundangkan, dan berlaku terlebih dahulu sebelum Presiden dapat mengangkat pimpinannya.

Sidang perkara tersebut akan dilanjutkan pada agenda berikutnya sesuai penjadwalan Mahkamah Konstitusi. (*)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama

Iklan

SPONSOR