Divisi88news.com, Jakarta - Kuasa hukum pemohon Windu Wijaya, SH., MH., Ardin Firanata, S.H.,M.H. resmi mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait frasa “persetujuan DPR” dalam Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senin (22/09/2025) kemarin.
Pasal tersebut menyatakan: “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR”.
Menurut kuasa hukum pemohon, praktik persetujuan DPR selama ini kerap dilakukan tanpa parameter hukum yang jelas. Hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuka ruang negosiasi kepentingan politik dalam proses pengangkatan Kapolri.
Ketidakpastian Hukum
“Tanpa kejelasan parameter normatif, DPR RI bisa menolak calon Kapolri meski telah memenuhi syarat formal. Ini berbahaya bagi kepastian hukum dan berpotensi menjadikan persetujuan DPR RI sebagai hak veto politik, bukan fungsi pengawasan konstitusional,” tegas Ardin Firanata yang juga merupakan salah satu dosen Hukum Tata Negara Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.
Perlunya Parameter Normatif
Menurut kuasa hukum pemohon, DPR RI tetap harus menjalankan fungsi pengawasan, namun dalam koridor hukum yang jelas
“Persetujuan DPR seharusnya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif, misalnya terkait integritas, rekam jejak, netralitas, dan kepatuhan hukum calon. Tanpa parameter normatif, rakyat tidak dapat menilai apakah keputusan DPR RI benar-benar demi kepentingan negara atau sekadar tarik-menarik politik,” ujarnya.
Tujuan Uji Materi
Ardin Firanata menegaskan bahwa permohonan uji materi ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan DPR, melainkan untuk memperkuat legitimasi dan akuntabilitas fungsi pengawasannya lembaga Perwakilan Rakyat tersebut.
“Kami meminta Mahkamah Konstitusi menafsirkan frasa ‘persetujuan DPR’ sebagai konstitusional bersyarat. Artinya, persetujuan hanya sah apabila calon Kapolri yang diajukan Presiden memenuhi persyaratan hukum yang bersifat kumulatif,” jelasnya.
Persyaratan tersebut mencakup integritas, kesehatan jasmani dan rohani, pengalaman jabatan perwira tinggi, serta bebas dari pelanggaran etik maupun pidana.
Memperkuat Demokrasi dan Konstitusi
“Dengan tafsir Mahkamah Konstitusi, setiap calon Kapolri yang memenuhi syarat hukum tidak bisa ditolak hanya karena alasan politik. Tujuan akhirnya adalah memperkuat demokrasi, menjaga kebijakan DPR RI berbasis pada konstitusi atau undang-undang, dan memberikan kepastian hukum bagi rakyat,” pungkas Ardin Firanata.
Kuasa hukum juga menambahkan, permohonan ini diajukan oleh Windu Wijaya, seorang advokat, dalam kapasitasnya sebagai pemohon, dengan harapan Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir yang jelas sehingga mekanisme pengangkatan Kapolri berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai prinsip negara hukum.
Ardin Firanata – Kuasa Hukum Pemohon, Telp/HP: 0852-8444-1994.