Salah satu tim Advokat pada Kantor Hukum Hazmin Sutan Muda dan Rekan, Ardin Firanata, S.H., M.H.
Divisi88news.com, Jakarta - Menilai adanya pertentangan norma atas Peraturan Presiden (Pepres) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024, mengenai Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK), Tim Advokat pada Kantor Hukum Hazmin Sutan Muda dan Rekan telah mengajukan uji materil ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pemohon tersebut atas nama Windu Wijaya, SH., M.H. Advokat dan Peneliti Hukum pada Pusat Studi Filsafat Hukum melalui Kuasa Hukumnya, Hazmin Andalusi Sutan Muda, SH., M.H, Ardin Firanata, SH., M.H., Hendro Wijaya, S.H, dan Ali Hanif, S.H., M.H, mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil ke Mahkamah Agung Republik Indonesia atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Salah satu tim hukum pemohon dari kantor hukum Hazmin Sutan Muda dan Rekan, Ardin Firanata, SH, M.H menjelaskan, pemohon menilai bahwa ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 52 Perpres tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum serta bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan hak asasi manusia.
“Permohonan ini diajukan, dengan alasan bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan, tidak secara tegas mencabut tugas komunikasi politik dari Kantor Staf Presiden (KSP), Meskipun sebagian fungsi tersebut dialihkan ke Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK)," jelas Ardin Firanata dalam keterangannya yang diterima oleh Divisi88news.com pada Jumat (18/04/2025).
"Akibatnya, terjadi tumpang tindih tugas antara KSP dan KKP yang berpotensi menimbulkan dualisme kewenangan di lingkungan Istana Kepresidenan," sambungnya.
Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini mengatakan, dualisme tugas ini akan menciptakan kebingungan bagi publik, mengenai siapa yang memiliki otoritas sah dalam menyampaikan komunikasi politik Presiden.
”Hal ini mengancam kepastian hukum dan menghambat hak masyarakat, untuk memperoleh informasi publik yang akurat dan bertanggung jawab,” ujar Ardin Firanata.
Disebutkan pula, pemohon menilai bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan, menciptakan dualisme kewenangan antara Kantor Staf Presiden dan Kantor Komunikasi Kepresidenan.
“Hal ini, disebabkan oleh tidak dicabutnya secara eksplisit tugas komunikasi politik Kantor Staf Presiden. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Pepores RI) Nomor 83 Tahun 2019 Tentang Kantor Staf Presiden, meskipun sebagian fungsinya telah dialihkan ke Kantor Komunikasi Presiden," sebutnya.
Ardin Firanata menambahkan, Perpres No. 82 Tahun 2024 juga dinilai akan menimbulkan ketidakjelasan adanya ketidakpastian hukum, mengenai lembaga yang berwenang menyampaikan komunikasi politik di lingkungan kepresidenan, serta akan terjadi hambatan akses terhadap informasi publik, yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Nantinya, akan berdampak pada, hilangnya kepastian hukum atas lembaga resmi yang menjalankan tugas komunikasi politik. Serta terhambatnya hak atas informasi publik yang jelas, sah, dan akuntabel,“ urainya.
Sebelum menutup, Ardin Firanata kembali menegaskan, langkah ini ditempuh untuk menjamin transparansi, kejelasan otoritas kelembagaan, serta perlindungan atas hak publik dalam mengakses informasi dari lembaga resmi negara.
Untuk diketahui, Dalam permohonan uji materi, Pemohon meminta Mahkamah Agung untuk :
1. Menyatakan bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 5 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang, dan Pasal 6 ayat (1) Huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Menyatakan bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
3. Menyatakan bahwa lembaga Kantor Komunikasi Kepresidenan tidak sah menjalankan tugas dan fungsi Kantor Kepresidenan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan.
4. Memerintahkan kepada Termohon dalam hal ini Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2024 Tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan.
(Red)